Hari menjelang siang, motor siap2 saya panaskan karena akan menempuh cukup jauh perjalanan menuju selatan kota jogja. Kali ini saya akan menjelajah pantai selatan ”Laut Kidul” di wilayah sekitar Gunung Kidul. Berangkat sekitar pukul 11.00, saya menancap gas menuju ringroad selatan kota jogjakarta. Setelah membeli beberapa perbekalan minum dan makanan ringan, saya mengambil jalur jogja-wonosari ke arah piyungan, dan lanjut ke perbukitan Gunung Kidul. Perjalanan cukup lancar, jalan dari kota jogja menuju Gunung Kidul mulus dan berliku, melewati alas yang rimbun. Menanjak, menurun, menikung akan menjadi bagian perjalanan menuju pesisir selatan Gunung Kidul. Kali ini saya akan menyambangi beberapa pantai, yaitu Pantai Baron, Kukup, Krakal, Sundak dan Indrayani.
Saya harus menempuh jarak sekitar 60 Km ke arah selatan untuk mencapai pantai selatan gunung kidul. 40 km pertama saya harus sampai dulu di kota kecil Wonosari, kemudian diteruskan 20 km lagi ke pantai baron. Perjalanan ini saya tancap dengan santai. Sampai pantai baron kira-kira pukul 12.30.
Kisah Nelayan Pantai Baron
Siang itu saya baru saja sampai di pantai baron yang masih pasang. Beberapa menit saya mengambil gambar, ada 2 perahu nelayan yang menepi. Para nelayan2 yang lain turut membanti menarik kapal yang baru saja singgah, disinilah gotong-royong penduduk nelayan kental terlihat.
Kapal sudah selesai di parkir, berbondong-bondong ibu-ibu menghampiri kapal melihat-lihat bawaan ikan hasil melaut hari itu, saya pun turut serta melongok kesana. Tak banyak ikan yang ditangkap hari ini. ”Hari ini ga banyak de, soalnya jaring sampah” (saya artikan dari bahasa jawa), setelah saya tanya berapa banyak ikan yang diapat. ”Saya melaut dari jam 4 pagi tadi, di sekitar parang tritis, tapi karena jaringnya ngangkut sampah, jadinya saya pulang” kata mas andri salah satu awak nelayan yang itu melaut bersama 2 rekan lainnya. Ya.. hari itu setidaknya ada 2 kapal yang langsung pulang, akibat jaring sudah ga bisa ditebar karena penuh sampah. Kalau begini yang disalahkan yang orang-orang yang membuang sampah disungai, yang akhirnya sampah bermuara di laut. 1 Kg udang dan beberapa kilo ikan campur-campur langsung dijual nelayan disana. Biasanya ikan-ikan dibawa ke pelelangan koperasi, tapi karena ikan yang dibawa hanya sedikit, yah langsung dijual ditempat.
Kapal sudah selesai di parkir, berbondong-bondong ibu-ibu menghampiri kapal melihat-lihat bawaan ikan hasil melaut hari itu, saya pun turut serta melongok kesana. Tak banyak ikan yang ditangkap hari ini. ”Hari ini ga banyak de, soalnya jaring sampah” (saya artikan dari bahasa jawa), setelah saya tanya berapa banyak ikan yang diapat. ”Saya melaut dari jam 4 pagi tadi, di sekitar parang tritis, tapi karena jaringnya ngangkut sampah, jadinya saya pulang” kata mas andri salah satu awak nelayan yang itu melaut bersama 2 rekan lainnya. Ya.. hari itu setidaknya ada 2 kapal yang langsung pulang, akibat jaring sudah ga bisa ditebar karena penuh sampah. Kalau begini yang disalahkan yang orang-orang yang membuang sampah disungai, yang akhirnya sampah bermuara di laut. 1 Kg udang dan beberapa kilo ikan campur-campur langsung dijual nelayan disana. Biasanya ikan-ikan dibawa ke pelelangan koperasi, tapi karena ikan yang dibawa hanya sedikit, yah langsung dijual ditempat.
Pantai baron berbentuk menjorok ke darat dan dikelilingi oleh bukit, sehingga pantai ini terlihat sempit dan tertutup jika nampak dari atas. Hamparan pasir putih dan perahu-perahu nelayan yang memajang di pinggir pantai membuat pantai ini nampak eksostis. Pantai baron dapa dinikmati langsung maupun dapat dilihat keindahannya dari bukit disisi pantai.
Pantai Kukup, Krakal, Sundak, dan Indrayani
Melanjutkan 1 Km kearah timur, motor saya kebut ke pantai kukup. Sebenarnya saya lebih suka pantai kukup, karena pantainya lebih bersih, tanpa perahu-perahu nelayan, plus ada bangunan di pulau karang seberang pantai bak tanah lot saja di bali (hehe). Pantainya berpasir putih dan angin lautnya kencang sekali.
Menuju pantai Krakal, sundak, dan Indrayani harus menempuh 6 Km kearah timur, melewati beberapa barisan bukit dan alas, membuat saya ngeri juga mengendara motor sendirian. Jalanan bagus, namun sepi kendaraan. Pantai Krakal dan sundak memiliki tipe pantai yang memanjang dan berpasir putih. Saya sudah terbiasa melihat pemandangan pantai ini di Anyer, sebelah barat Cilegon, tempat tinggal saya. Tak terlampau istimewa bagi saya dibandingkan dengan pantai kukup atau baron, yang menurut saya lebih unik dari pantai krakal dan sundak. Di pantai Krakal dan sundak saya hanya singgah sebentar untuk mengambil gambar, karena saat itu sudah mulai siang, mepet dengan waktu pulang saya ke Semarang. Setelah sedikit mengambil gambar di pantai Sundak dan Krakal, saya melanjutkan ke pantai Indrayani.
Mata saya terbelalak saat sampai di pantai Indrayani, siang itu ramai warga sekitar sedang memperbaiki saung-saung yang hancur karena diterpa air laut pasang. ”Sudah 4 hari air laut pasang, sampai bikin hancur pantai mas” Kata salah seorang bapak yang sedang berisitirahat setelah memperbaiki salah satu saung yang hancur. Mengenaskan memang, sebenarnya pantainya biasa saja, tetapi karena saung-saung yang berjejer di pinggir pantai, pantai Indrayani terlihat cantik. Namun karena ombak pasang, jadilah siang itu saya hanya melihat pemandangan sibuk warga sekitar yang bergotong-royong memperbaiki saung-saung di tepi pantai.
Hati-hati Kelelep |
Pantai Krakal |
Pesisir Pantai Sundak |
Saat di pantai kukup, saya sempat duduk2 di tepi pantai berkontemplasi ”apakah motor saya masih kuat sampai pulang ke semarang?” hehe.. soalnya ni kendaraan yang saya pake adalah legenda yang diproduksi sekitaran 8 taon yang lalu. Tapi keulatan tekad dan keyakinan yang kuat, Alhamdulillah The Legend mengantar saya dengan selamat sampai Semarang.
mana potonyaaa?
BalasHapus